—KH. Ahmad
Basyir Abdullah Sajjad
Usia memang
bukanlah kata yang selalu setia pada keabadian
Ia tak pernah
berhenti berjalan, menuju ketiadaan
Cukuplah
bagimu segala persaksian
Bahwa hidupmu
adalah perjuangan
Sungguh betapa
dalam rasa sakit perpisahan
Lebih dalam
dari nikmat pertemuan
Bagi kami engkau
anugerah Tuhan
Hingga segalanya
berakhir menjadi kenangan
Semua umat
tenggelam dalam sunyi penuh keheningan
Mengantarkan
kepulangan dengan isak tangisan
Bagaimana rindu ini kami bahasakan
Di tengah haru manusia berdesak-desakan
Mendung di mata kami telah pecah menjadi hujan
Turut hadir menggenapi ingatan
Inilah
kesedihan yang akan dikenang sepanjang zaman
Dalam sejarah
engkau tercatat sebagai insan pilihan
Ribuan kali
kami membuang kesedihan
Tapi ternyata
kesedihan belum dapat kami taklukkan
Engkau adalah
nama yang akan selalu ditasbihkan
Karena padamu
bermuara segala kemuliaan
Kami telah
jatuh cinta sejak awal perjumpaan
Lalu bagaimana
kami balas seluruh kebaikan
Bila cintamu
adalah ketulusan
Maka kasihmu
adalah teladan
Akuilah kami sebagai santri yang sam’an wa thâ’atan
Membaktikan rasa khidmat dengan amalan
Belum cukup hidup ini kami baktikan
Tiba-tiba kepergian terasa menyesakkan
Jangan khawatir karena perjuangan pasti kami lanjutkan
Batu-batu cadas dan tebing-tebing curam bagian dari perjalanan
Tak akan ada yang bisa aku tuliskan
Bahkan meskipun kuambil tinta dari lautan
Sajak ini tak akan mengenal penghabisan
Karena setiap aku menulis serasa masih permulaan
Catatan:
Puisi ini ditulis
pertama kali pada tanggal 15 Juli 2017. Dan ini akan menjadi satu-satunya puisi
saya yang tidak akan pernah selesai dituliskan. Entah hingga kapan..